Thursday, July 14, 2005

Setelah sekian ratus juta detik

Menggerakkan jari untuk berhitung sudah sejak dulu kita lakukan selagi kita kecil. Angka satuan, puluhan, ratusan, ribuan sampai nilai tak hingga diikuti oleh sebutan satuan-satuan yang beraneka jenis dibelakangnya. Meski sudah ada kalkulator, mesin hitung atau komputer canggih sekalipun, terkadang jemari ini masih suka spontan berhitung. Dan pastinya kemampuan jemari kita memang terbatas. Memperlihatkan dengan jelas hanya sampai hitungan ke sepuluh. Angka selanjutnya ... harus kita sertai satuan dari ucapan kita.

Hitungan satu, dua, tiga .. sampai akhirnya ke angka dua puluh lima sepertinya bukan deretan bilangan yang terlalu panjang. Nilainya masih sebatas puluhan, anak kelas satu SD sekarang pun mungkin sudah mahir berhitung sampai angka itu. Tapi tunggu dulu ... kalau satuan yang mengikutinya tahun, yang berarti 365 hari kali 25 dikali 24 jam dikali 60 menit dikali 60 detik, angkanya bisa berubah menjadi 788 juta empat ratus ribu detik. Woowww .. cukup banyak juga ya, sampai beratus-ratus juta ...

Dan memang pada kenyataannya telah beratus-ratus juta detik waktu yang terlewati hingga detik ini. Atas izin dan kehendakNya lah raga ini masih berjiwa, menghembus udara sedalam dalamnya dan bertingkah sekehendak hatinya. Bertingkah sekehendak hatinya ? Yup, tingkah yang terkadang tanpa pemikiran panjang, tanpa dasar, hanya mengikuti keinginan semata.

Setelah sekian waktu terlewati sungguh diri ini masih banyak kekurangan yang harus terus diperbaiki. Pribadi sebagai seorang anak, seorang cucu, seorang kakak, seorang adik, seorang kerabat, seorang sahabat, seorang teman, sseorang tetangga, seorang murid, seorang pekerja, dan terlebih seorang muslimah .... masih harus banyak berbenah.

Tak tahu detik keberapa nafas ini akan terhenti, yang pasti ... atas semua karunia yang sudah diamanahkan dalam segala bentuknya ... dengan penuh ketulusan, tetapkanlah hati ini untuk senantiasa mensyukurinya .. menjadi lebih baik dan bermanfaat bagi sesama juga lingkungannya. Amin ...

Thursday, July 07, 2005

Ujung pembelajaran

Manusia hidup bersama waktu, demi detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, tahun .. windu, dasa, bahkan abad atau entah apalagi namanya. Bersama itu pula manusia terus mengalami perubahan. Semakin bertambah kuantitas usia, itu pasti. Tapi tidak begitu dengan kualitasnya. Ada yang semakin baik, tetap segitu-gitu aja ato bahkan semakin buruk.

Bersama waktulah kita terus belajar, demikian sekiranya pesan yang pengen disampaikan penulis buku Menjadi Manusia Pembelajar, Andreas Harefa. Dan jangan berfikir sempit, belajar juga tidak musti diidentikkan dengan bangku sekolah. Banyak sarana dan wadah untuk menjadikan kita terus belajar. Apalagi dengan kondisi saat ini. Sekolah menjadi sedemikian mahal untuk dihargai dengan rupiah, meskipun itu sekolah dengan status negeri. No problemo buat mereka2 yang memang berduit yang bisa memilih dengan mudah sambil tunjuk jari sekolah mana yang mau dijadikan tempat menuntut ilmu. Tapi bagaimana dengan mereka yang harus senantiasa berhitung secermat mungkin untuk budgeting ini dan itu ? ...

Mungkin bukan kapasitasku kalo harus membahas masalah pendidikan negeri ini. Dan lagi sudah banyak pakar yang rajin menyumbangkan pemikiran mereka di media yang entah bagaimana realisasinya ... Ya .. semoga orang2 besar di sana diberikan kekuatan untuk mewujudkan impian sederhana rakyat-rakyatnya .. Amin.

Bersyukurlah jika kita diberi kesempatan untuk bisa memiliki surat tanda tamat belajar. Tapi musti diingat bahwa pembelajaran itu belum berakhir oleh hanya selembar kertas itu ... kita musti belajar terus .. terus dan terus .. Dan kalo memang kita belum diberikan kesempatan untuk itu ... marilah kita berpikir lebih panjang, banyak cara yang bisa dilakukan. Nasib seseorang tidak hanya ditentukan oleh sebuah ijazah, dan banyak ilmu laen yang harus kita pelajari seiring langkah kita ..

* ... semoga kelak kita terima ijazah kelulusan itu di tangan kanan kita ... Amin