Kini dia sudah bukan lagi remaja, perjalanan usia telah membawanya menjadi wanita dewasa. Wanita yang sudah seperempat abad lebih melewati skenario kehidupan. Sendiri dia tinggal di kota besar yang sama sekali tak terbayang untuk ditinggali. Menjauh dari keluarga besar dan ibu yang selalu dia sebut sebagai pahlawan hidupnya. Tak terasa air mata itu menetes... Perasaan bersalah karena meninggalkannya sendiri begitu kuat meliputi hatinya. Dimana letak pengabdian itu? Kebahagiaan seperti apa yang bisa diberikan untuknya? Teringat jawaban sederhana wanita paroh baya yang selalu dia kagumi dengan kesederhanaanya, ”Kebahagiaanmu, itulah kebahagiaan buat ibu...” Dan sekarang dia menjadi semakin bertanya tanya, ”bahagiakah aku?”
Kebahagiaan, sesuatu yang tak terukur secara kasat mata. Segala tercukupi secara materi bukan ukuran kebahagiaan. Ya Alloh, ingatkan dia untuk selalu bersyukur kepadaMu agar bahagia itu dapat selalu dia rasakan.
Usia yang semakin bertambah dari hari kehari seolah menjadi indikator tingkat perbaikan dirinya. Terus berusaha dan belajar menjadi muslimah yang sholihah, harapan itu yang selalu mengisi batin wanita itu. Sungguh orang yang merugi dan celaka jika hari hari yang dilalui tidak lebih baik dari kemarin, itu yang selalu menjadi pemicu semangatnya untuk selalu berbenah. Namun sepenuhnya dia sadar, kesempurnaan tidak akan pernah ada kecuali hanya milikNya. Manusia yang papa tidak akan pernah luput dari salah dan khilaf. Doa agar selalu terjaga dalam lindunganNya selalu menjadi benteng agar terhindar dari kesalahan dan kekhilafan yang berkelanjutan.
Tertatih, terseok, tegak... bagaimanapun kondisinya, kita akan menuju titik itu ...
Wednesday, January 30, 2008
Kembali menatap langit
Wanita itu duduk termenung menatap langit malam dari jendela kamarnya yang terletak di lantai paling atas tempat kosnya. Sudah cukup larut, udara malam yang dingin tidak cukup bersahabat. Namun keramaian cahaya bintang dan temaram bulan membuatnya tidak beranjak. Dari dulu dia memang sangat menyukai langit malam dan suasananya. Bahkan diwaktu kecil sering kali dia nekad naik ke genting rumah hanya untuk menikmati suasana itu. ”Dasar anak tomboi” batinnya sambil tersenyum jika mengingat masa kecilnya di kampung.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment