Wednesday, January 30, 2008

Kembali menatap langit

Wanita itu duduk termenung menatap langit malam dari jendela kamarnya yang terletak di lantai paling atas tempat kosnya. Sudah cukup larut, udara malam yang dingin tidak cukup bersahabat. Namun keramaian cahaya bintang dan temaram bulan membuatnya tidak beranjak. Dari dulu dia memang sangat menyukai langit malam dan suasananya. Bahkan diwaktu kecil sering kali dia nekad naik ke genting rumah hanya untuk menikmati suasana itu. ”Dasar anak tomboi” batinnya sambil tersenyum jika mengingat masa kecilnya di kampung.

Hari demi hari dilaluinya seperti remaja seusianya. Sekolah, bermain, ekstra kurikuler, berorganisasi, mengaji, dan sesampainya di rumah terkadang masih harus mengerjakan tugas sekolah. Tapi sungguh dia menikmati semuanya itu. Dan sekarang, setiap kali teringat begitu panjang dan melelahkan segala perjuangan yang telah ia lalui itu, tak henti2nya ucapan syukur terlontar dari mulutnya. Bersyukur karena semua itu telah menjadikan dirinya menjadi pejuang hidup yang tak kenal menyerah. Rasa lelah itu seolah menguap dengan sendirinya bahkan menjadi suplemen penguat jiwa dan raga setiap kali dia menengok ke belakang dan mengingat itu semua.

Kini dia sudah bukan lagi remaja, perjalanan usia telah membawanya menjadi wanita dewasa. Wanita yang sudah seperempat abad lebih melewati skenario kehidupan. Sendiri dia tinggal di kota besar yang sama sekali tak terbayang untuk ditinggali. Menjauh dari keluarga besar dan ibu yang selalu dia sebut sebagai pahlawan hidupnya. Tak terasa air mata itu menetes... Perasaan bersalah karena meninggalkannya sendiri begitu kuat meliputi hatinya. Dimana letak pengabdian itu? Kebahagiaan seperti apa yang bisa diberikan untuknya? Teringat jawaban sederhana wanita paroh baya yang selalu dia kagumi dengan kesederhanaanya, ”Kebahagiaanmu, itulah kebahagiaan buat ibu...” Dan sekarang dia menjadi semakin bertanya tanya, ”bahagiakah aku?”

Kebahagiaan, sesuatu yang tak terukur secara kasat mata. Segala tercukupi secara materi bukan ukuran kebahagiaan. Ya Alloh, ingatkan dia untuk selalu bersyukur kepadaMu agar bahagia itu dapat selalu dia rasakan.

Usia yang semakin bertambah dari hari kehari seolah menjadi indikator tingkat perbaikan dirinya. Terus berusaha dan belajar menjadi muslimah yang sholihah, harapan itu yang selalu mengisi batin wanita itu. Sungguh orang yang merugi dan celaka jika hari hari yang dilalui tidak lebih baik dari kemarin, itu yang selalu menjadi pemicu semangatnya untuk selalu berbenah. Namun sepenuhnya dia sadar, kesempurnaan tidak akan pernah ada kecuali hanya milikNya. Manusia yang papa tidak akan pernah luput dari salah dan khilaf. Doa agar selalu terjaga dalam lindunganNya selalu menjadi benteng agar terhindar dari kesalahan dan kekhilafan yang berkelanjutan.

No comments: